Senin, 05 September 2011

DIBALIK COBAAN DAN UJIAN




Setiap manusia pasti pernah mengalami cobaan. Segala cobaan yang di berikan Allah kepada manusia tidak sia-sia diberikan. Namun ada hikmah dibalik segala yang diberikan Allah. Tergantung bagaimana orang tersebut menanggapinya. Cobaan tidak selamanya berupa hal-hal yang dirasa menyusahkan tapi cobaan juga bisa dating berupa hal yang dirasa enak.

Kita harus percaya bahwa Allah tidak menciptakan sesuatu secara sia-sia karena Allah Maha Bijaksana. Keimanan seseorang akan bertambah setelah ia mengalami cobaan. Maka orang tidak bisa dikatakan beriman ketika orang itu belum dicoba keimanannya dengan cobaan.

Kesabaran dan keikhlasan sangat diperlukan dalam menghadapi cobaan yang tengah menghadang. Memang terkadang sulit untuk menumbuhkan dua hal itu. Tapi itu adalah kunci dalam kehidupan untuk memperoleh hidup yang damai dan tenteram. Kesabaran untuk menerima apa yang diberi Allah kepada kita dan percaya bahwa Allah akan memberi cobaan kepada hamba-Nya sesuain dengan kemampuan orang tersebut. tentunya akan salah persepsi apabila sabar hanya berdiam diri dan menunggu keajaiban. Allah juga mengajarkan manusia untuk tawakal dan ikhtiar. Bukan hanya berpangku tangan. Tetapi tetap berusaha sesuai dengan kemampuan untuk kembali ke keadaan yang semula. Manusia hanya bisa berusaha dan Allah adalah Penentu keadaan yang pantas untuk diberikan kepada manusia tersebut.

Keihlasan dalam menghadapi cobaan adalah percaya kepada Allah karena Allah mempunyai rencana lain dibalik itu semua. Dan segala yang diberi Allah merupakan kebenaran. Jadi manuisia hanya bisa berhusnudzon kepada Allah.

Hidup ini seperti roda yang berputar. Kadang diatas dan kadang dibawah. Tergantung bagaimana manusia memposisikannya. Percayalah bahwa habis gelap terbitlah terang. Dinamisasi kehidupan akan selalu berputar untuk mengajarkan kepada manusia untuk selalu ingat kepada Sang Pencipta. Tujuan penciptaan manusia hanya 1 yakni untuk menyembah Allah.



Sudah maklum bahwa musibah adalah sebuah ujian dan cobaan yang datang dari Allah SWT untuk menguji hambaNya sebagai pembersih dan penghapus dosa-dosanya serta menjadikannya dalam timbangan kebaikan mereka apabila bersabar. Ironisnya sebagian kaum muslimin yang lemah imannya tidak mampu bersabar ketika mendapatkan musibah. Sampai-sampai ada yang nekad bunuh diri, stress, atau yang lainnya. Sungguh sangat memprihatinkan.
Adapun tips agar seseorang tetap tegar dan tidak stress ketika tertimpa musibah di antaranya adalah :
  • Hendaknya ia mengetahui, bahwa dunia adalah tempat ujian dan cobaan.
  • Harus dipahami bahwa musibah adalah merupakan sebuah ketetapan atau sunnatullah.
  • Memahami bahwa di sana masih ada musibah yang lebih besar dan banyak jumlahnya.
  • Mengambil pelajaran dari keadaan orang-orang yang tertimpa musibah yang sama, karena hal itu akan mendatangkan ketenangan
  • Memandang keadaan orang-orang yang tertimpa musibah yang lebih besar dari musibah yang menimpanya, sehingga ia lebih bersyukur karena musibah yang menimpanya ternyata masih ringan.
  • Berdo’a dan mengharapkan ganti yang lebih baik, dari apa yang telah hilang darinya. Jika yang menimpanya sesuatu yang dapat tergantikan dengan yang lain seperti hilangnya harta, meninggalnya anak, pasangan hidup atau yang semisalnya.
  • Mengharap pahala dan balasan kebaikan dari Allah Ta’ala dengan bersabar.
  • Hendaknya seorang hamba tahu bahwa bagaimana pun berjalannya sebuah ketetapan atau taqdir adalah merupakan sesuatu yang terbaik bagi dirinya.
  • Mengetahui bahwa beratnya cobaan dan dahsyatnya ujian hal itu adalah dikhususkan bagi orang-orang pilihan. Jika hal itu terjadi terhadap orang yang ahli ibadah, maka hal itu menunjukkan bahwa ia adalah termasuk pilihan.
  • Memahami bahwa ia adalah seorang hamba (makhluk yang dimiliki) dan seseorang yang dimiliki tidaklah ia memiliki dirinya sedikit pun.
  • Musibah yang terjadi adalah berdasarkan ridha dari Yang Empunya (Allah), maka sudah merupakan kewajiban bagi seorang hamba untuk ridha terhadap apa yang diridhai oleh Allah Subhanahu wata’ala.
  • Mengoreksi diri ketika ia bersedih akibat musibah. Hal tersebut adalah sesuatu yang perlu dilakukan.
  • Memahami bahwa musibah adalah hanya sesaat saja, seolah-olah ia tidak pernah terjadi. Mungkin bisa dibenarkan orang yang mengatakan, “Badai pasti berlalu”.
Beberapa Faidah dari Ujian dan Cobaan
Ujian dan cobaan memilki hikmah rabbaniyyah dan faidah yang sangat agung. Hal itu dapat diketahui melalui penelitian, atau dari kenikmatan-kenikmatan yang diperoleh akibat musibah yang menimpa seseorang. Ada pula hikmah-hikmah yang mungkin belum tersingkap yang mana Allah  SWT simpan untuk suatu hikmah yang lain. Allah berfirman,
……..فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا -١٩
Artinya, “Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (QS. an-Nisaa`: 19).
Di antara faidah dan hikmah dari ujian dan cobaan adalah sebagai berikut:
  • Membersihkan dan menghapus dosa-dosa dan kesalahan serta menghantarkannya kepada derajat yang tinggi di surga. Tidaklah hal itu diperoleh melainkan bagi mereka yang mampu bersabar dan meng-harap pahala dari Allah Ta’ala Tali
  • Memotivasi seseorang untuk benar-benar ikhlas dalam berdo’a. Kembali bertaubat dengan sesungguhnya, pasrah dan berserah diri kepada. Allah berfirman :
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ -١٧
Artinya, “Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, Maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.”. [(QS. al-An`am :17).
  • Sebagian ulama Salaf berkata, “Merupakan sunnatullah bahwasannya Allah Ta’ala menyeru hambanya untuk beribadah kepadaNya dengan diberikan keluasan rizqi, kesehatan yang terus menerus agar mereka kembali kepada Allah dengan sebab kenikmatan-kenikmatan tersebut. Jika mereka tidak mau melakukannya juga, maka Allah SWT timpakan kepada mereka musibah sebagai peringatan berupa kemiskinan dan kesusahan mudah-mudahan mereka kembali kepadaNya”.
  • Mengetahui betapa besar kenikmat-an dan kesehatan yang diberikan, bagi mereka yang lupa akan kenikmatan tersebut. Karena kenyataan menunjukkan bahwa apabila dibandingkan antara kenikmatan dan kesehatan akan jauh lebih besar dan lebih banyak porsinya daripada kesengsaraan atau musibah yang didapatkan.
  • Tidak peduli terhadap gemerlapnya dunia karena kefanaannya, dan semangat dalam memotivasi diri untuk berlomba beramal dalam mempersiapkan hari pertemuannya dengan Rabb Penguasa alam. Sesungguhnya seorang hamba apabila berfikir dengan akal sehatnya tentang berpulangnya orang-orang yang dicintainya, niscaya ia akan sadar diri, bahwa mereka telah mereguk air pelepas dahaga dengan gelas yang mana ia harus melaluinya dengan gelas yang sama yaitu kematian.

Saudaraku… menjadilah  orang-orang yang senantiasa bersabar terhadap musibah yang menimpa, bersyukur ketika mendapat kenikmatan, bersabar atas segala kesengsaraan, karena sabar adalah penghapus kesalahan dan dosa. Allah Ta’ala berfirman :
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ -١٥٥
Artinya “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS.Al-Baqarah: 155) 



Sumber: Disadur dari risalah “Waqfah ma`al Balaa`, Div. Khusus lil Mutabarri`in wa Fa`iliil Khair.

Rabu, 24 Agustus 2011

Doa Nabi Daud as Memohon Cinta Allah





Nabi Daud ’alihis-salaam merupakan seorang hamba Allah yang sangat rajin beribadah kepada Allah. Hal ini disebutkan langsung oleh Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Nabi Daud ’alihis-salaam sangat rajin mendekatkan diri kepada Allah. Beliau sangat rajin memohon kepada Allah agar dirinya dicintai Allah. Beliau sangat mengutamakan cinta Allah lebih daripada mengutamakan dirinya sendiri, keluarganya sendiri dan air dingin yang bisa menghilangkan dahaga musafir dalam perjalanan terik di tengah padang pasir.  Inilah penjelasan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengenai doa Nabi Daud tersebut:


Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Di antara doa Nabi Daud ’alihis-salaam ialah: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu cintaMu dan cinta orang-orang yang mencintaiMu dan aku memohon kepadaMu perbuatan yang dapat mengantarku kepada cintaMu. Ya Allah, jadikanlah cintaMu lebih kucintai daripada diriku dan keluargaku serta air dingin.” Dan bila Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengingat Nabi Daud ’alihis-salaam beliau menggelarinya sebaik-baik manusia dalam beribadah kepada Allah.” (HR Tirmidzi 3412)

Setidaknya terdapat empat hal penting di dalam doa ini. Pertama, Nabi Daud ’alihis-salaam memohon cinta Allah. Beliau sangat faham bahwa di dunia ini tidak ada cinta yang lebih patut diutamakan dan diharapkan manusia selain daripada cinta yang berasal dari Allah Ar-Rahman Ar-Rahim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Apalah artinya seseorang hidup di dunia mendapat cinta manusia –bahkan seluruh manusia- bilamana Allah tidak mencintainya. Semua cinta yang datang dari segenap manusia itu menjadi sia-sia sebab tidak mendatangkan cinta Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sebaliknya, apalah yang perlu dikhawatirkan seseorang bila Allah mencintainya sementara manusia –bahkan seluruh manusia- membencinya. Semua kebencian manusia tersebut tidak bermakna sedikitpun karena dirinya memperoleh cinta Allah Yang Maha  Pengasih lagi Maha Penyayang.

Sebab itulah Nabi Daud ’alihis-salaam tidak menyebutkan dalam awal doanya harapan akan cinta manusia. Beliau mendahulukan cinta Allah di atas segala-galanya. Beliau sangat menyadari bahwa bila Allah telah mencntai dirinya, maka mudah saja bagi Allah untuk menanamkan cinta ke dalam hati manusia terhadap Nabi Daud ’alihis-salaam. Tetapi bila Allah sudah mebenci dirinya apalah gunanya cinta manusia terhadap dirinya. Sebab cinta manusia terhadap dirinya tidak bisa menjamin datangnya cinta Allah kepada Nabi Daud ’alihis-salaam.


Dari Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beliau bersabda: “Bila Allah mencintai seorang hamba, maka Allah berseru kepada Jibril: “Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia.” Jibrilpun mencintainya. Kemudian Jibril berseru kepada penghuni langit: ”Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka kalian cintailah dia.” Penghuni langitpun mencintainya. Kemudian ditanamkanlah cinta penghuni bumi kepadanya.” (HR Bukhary 5580)

Kedua, Nabi Daud ’alihis-salaam memohon kepada Allah cinta orang-orang yang mencintai Allah. Sesudah mengharapkan cinta Allah lalu Nabi Daud ’alihis-salaam memohon kepada Allah kasih-sayang dari orang-orang yang mencintai Allah, sebab orang-orang tersebut tentunya adalah orang-orang beriman sejati yang sangat pantas diharapkan cintanya.
Hal ini sangat berkaitan dengan Al-Wala’ dan Al-Bara’ (loyalitas dan berlepas diri).  Yang dimaksud dengan  Al-Wala’  ialah memelihara loyalitas kepada Allah, RasulNya dan orang-orang beriman. Sedangkan yang dimaksud dengan Al-Bara’ ialah berlepas diri dari kaum kuffar dan munafiqin. Karena loyalitas mu’min hendaknya kepada Allah, RasulNya dan orang-orang beriman, maka Nabi Daud ’alihis-salaam berdoa agar dirinya dipertemukan dan dipersatukan dengan kalangan sesama orang-orang beriman yang mencintai Allah. Dan ia sangat meyakini akan hal ini.

Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersada: “Ruh-ruh manusia diciptakan laksana prajurit berbaris, maka mana yang saling kenal di antara satu sama lain akan bersatu. Dan mana yang saling mengingkari di antara satu sama lain akan berpisah.” (HR muslim 4773)

Ketiga, Nabi Daud ’alihis-salaam memohon kepada Allah agar ditunjuki perbuatan-perbuatan yang dapat mendatangkan cinta Allah. Setelah memohon cinta Allah kemudian cinta para pecinta Allah, selanjutnya Nabi Daud ’alihis-salaam memohon kepada Allah agar ditunjuki perbuatan dan amal kebaikan yang mendatangkan cinta Allah. Ia sangat khawatir bila melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan murka Allah. Beliau sangat khawatir bila berbuat dengan hanya mengandalkan perasaan bahwa Allah pasti mencintainya bila niat sudah baik padahal kualitas dan pelaksanaan ’amalnya bermasalah. Maka Nabi Daud ’alihis-salaam sangat memperhatikan apa saja perkara yang bisa mendatangkan cinta Allah pada dirnya. Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Allah mencintai Ash-Shobirin (orang-orang yang sabar). Siapakah yang dimaksud dengan Ash-Shobirin? Apa sifat dan perbuatan mereka sehingga menjadi dicintai Allah?

”Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS Ali Imran ayat 146)

Keempat, Nabi Daud ’alihis-salaam memohon kepada Allah agar menjadikan cinta Allah sebagai hal yang lebih dia utamakan daripada dirinya sendiri, keluarganya dan air dingin. Kemudian pada bagian akhir doa ini Nabi Daud ’alihis-salaam kembali menegaskan betapa beliau sangat peduli dan mengutamakan cinta Allah. Sehingga beliau sampai memohon kepada Allah agar cinta Allah yang ia dambakan itu jangan sampai kalah penting bagi dirinya daripada cinta dirinya terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarganya sendiri dan terhadap air dingin.
Mengapa di dalam doanya Nabi Daud ’alihis-salaam perlu mengkontraskan cinta Allah dengan cinta dirinya sendiri, keluarganya dan air dingin? Sebab kebanyakan orang bilamana harus memilih antara mengorbankan diri dan keluarga dengan mengorbankan prinsip hidup pada umumnya lebih rela mengorbankan prinsip hidupnya. Yang penting jangan sampai diri dan keluarga terkorbankan. Kenapa air dingin? Karena air dingin merupakan representasi kenikmatan dunia yang indah dan menggoda. Pada umumnya orang rela mengorbankan prinsip hidupnya asal jangan mengorbankan kelezatan duniawi yang telah dimilikinya.

Jadi bagian terakhir doa Nabi Daud ’alihis-salaam mengandung pesan pengorbanan. Ia rela mengorbankan segalanya, termasuk dirinya sendiri, keluarganya sendiri maupun kesenangan duniawinya asal jangan sampai ia mengorbankan cinta Allah. Ia amat mendambakan cinta Allah. Nabi Daud ’alihis-salaam sangat faham maksud Allah di dalam Al-Qur’an:

“Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS At-Taubah ayat 24)


Rabu, 17 Agustus 2011

Jauhi Sifat Angkuh dan Sombong



 

 
Sifat angkuh dan sombong telah banyak mencelakakan makhluk ciptaan Allah subhanahu wata’ala, mulai dari peristiwa terusirnya Iblis dari sorga karena kesombongannya untuk tidak mau sujud kepada Nabi Adam alaihis salam tatkala diperintahkan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk sujud hormat kepadanya.

Demikian juga Allah subhanahu wata’ala telah menenggelamkan Qorun beserta seluruh hartanya ke dalam perut bumi karena kesombongan dan keangkuhannya terhadap Allah subhanahu wata’ala dan juga kepada sesama kaumnya.



Allah subhanahu wata’ala juga telah menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya di lautan karena kesombongan dan keangkuhannya terhadap Allah subhanahu wata’ala dan juga kepada sesama kaumnya, dan karena kesombongannya itulah dia lupa diri sehingga dengan keangkuhannya dia menyatakan dirinya adalah tuhan yang harus disembah dan diagungkan.

Kehancuran kaum Nabi Luth alaihis salam juga karena kesombongan mereka dengan menolak kebenaran yang disampaikan Nabi Luth alaihis salam agar mereka meninggalkan kebiasaan buruk mereka yaitu melakukan penyimpangan seksual, yakni lebih memilih pasangan hidup mereka sesama jenis (homosek), sehingga tanpa disangka-sangka pada suatu pagi, Allah subhanahu wata’ala membalikkan bumi yang mereka tempati dan tiada satu pun di antara mereka yang bisa menyelamatkan diri dari adzab Allah yang datangnya tiba-tiba.Dan masih banyak kisah lain yang bisa menyadarkan manusia dari kesombongan dan keangkuhan, kalaulah mereka mau mempergunakan hati nurani dan akalnya secara sehat.

Mengapa manusia tidak boleh sombong? Sebab manusia adalah makhluk yang lemah, maka pantaskah makhluk yang lemah itu bermega-megahan dan sombong di hadapan penguasa langit dan bumi? Namun fenomena dan realita yang ada masih banyak manusia itu yang lupa hakikat dan jati dirinya, sehingga membuat dia sombong dan angkuh untuk menerima kebenaran, merendahkan orang lain, serta memandang dirinya sempurna segala-galanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, telah menjelaskan tentang bahayanya sifat kesombongan dan keangkuhan, sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah Bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu , dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Tidak masuk surga siapa saja yang di dalam hatinya ada sedikit kesombongan, kemudian seseorang berkata: “(ya Rasulullah) sesungguhnya seseorang itu senang pakaiannya bagus dan sandalnya bagus”, Beliau bersabda: “Sesunguhnya Allah itu Indah dan Dia menyenangi keindahan, (dan yang dimaksud dengan) kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan melecehkan orang lain” (HR. Muslim)

Imam An-Nawawi rahimahullah berkomentar tentang hadits ini, “Hadits ini berisi larangan dari sifat sombong yaitu menyombongkan diri kepada manusia, merendahkan mereka dan menolak kebenaran”. (Syarah Shahih Muslim 2/269).

Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata, “Orang yang sombong adalah orang yang memandang dirinya sempurna segala-galanya, dia memandang orang lain rendah, meremehkannya dan menganggap orang lain itu tidak pantas mengerjakan suatu urusan, dia juga sombong menerima kebenaran dari orang lain”. (Jami’ul Ulum Wal Hikam 2/275)

Raghib Al-Asfahani rahimahullah berkata, “Sombong adalah keadaan/kondisi seseorang yang merasa bangga dengan dirinya sendiri, memandang dirinya lebih utama dari orang lain, kesombongan yang paling parah adalah sombong kepada Rabbnya dengan cara menolak kebenaran (dari-Nya) dan angkuh untuk tunduk kepada-Nya baik berupa ketaatan maupun dalam mentauhidkan-Nya.” (Umdatul Qari` 22/140).

Nash-nash Ilahiyyah banyak sekali mencela orang yang sombong dan angkuh, baik yang terdapat dalam Al-Qur`an maupun dalam As-Sunnah.

1. Orang Yang Sombong Telah Mengabaikan Perintah Allah subhanahu wata’ala.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri (angkuh).” (QS. 31:18)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, menjelaskan makna firman Allah subhanahu wata’ala: (Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia) dia berkata: “Janganlah kamu sombong dan merendahkan manusia, hingga kamu memalingkan wajahmu ketika mereka berbicara kepadamu.” (Tafsir At-Thobari 21/74)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan Firman Allah subhanahu wata’ala, ”Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh”, maksudnya janganlah kamu menjadi orang yang sombong, keras kepala, berbuat semena-mena, janganlah kamu lakukan semua itu yang menyebabkan Allah murka kepadamu”. (Tafsir Ibnu Katsir 3/417).

2. Orang Yang Sombong Menjadi Penghuni Neraka.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya: “Katakanlah kepada mereka: Masuklah kalian ke pintu-pintu neraka jahannam dan kekal di dalamnya, maka itulah sejelek-jelek tempat kembali.” (QS. Az-Zumar: 72)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak akan masuk surga siapa saja yang di dalam hatinya terdapat sedikit kesombongan.” (HR. Muslim)

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Maukah Aku beritakan kepada kalian tentang penghuni surga? Para shahabat menjawab: tentu (wahai Rasulullah), lalu beliau berkata: “(Penghuni surga adalah) orang-orang yang lemah lagi direndahkan oleh orang lain, kalau dia bersumpah (berdo’a) kepada Allah niscaya Allah kabulkan do’anya, Maukah Aku beritakan kepada kalian tentang penghuni neraka? Para shahabat menjawab: tentu (wahai Rasulullah), lalu beliau berkata: “(Penghuni neraka adalah) orang-orang yang keras kepala, berbuat semena-mena (kasar), lagi sombong”. (HR. Bukhori & Muslim)

3. Orang Yang Sombong Pintu Hatinya Terkunci & Tertutup.
Sebagaimana Firman Allah subhanahu wata’ala, artinya: “Demikianah Allah mengunci mati pintu hati orang yang sombong dan sewenang-wenang” (QS. Ghafir 35)

Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Sebagaimana Allah mengunci mati hati orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah maka demikian juga halnya Allah juga mengunci mati hati orang yang sombong lagi berbuat semena-mena, yang demikian itu karena hati merupakan sumber pangkal kesombongan, sedangkan anggota tubuh hanya tunduk dan patuh mengikuti hati”. (Fathul Qodir 4/492).
4. Kesombongan Membawa Kepada Kehinaan Di Dunia & Di Akhirat
Orang yang sombong akan mendapatkan kehinaan di dunia ini berupa kejahilan, sebagai balasan dari perbuatannya, perhatikanlah firman Allah subhanahu wata’ala, artinya: “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di dunia ini tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaanku”. (QS. Al-’Araf: 146)

(Maksudnya) yaitu Aku (Allah) halangi mereka memahami hujah-hujjah dan dalil-dalil yang menunjukkan tentang keagungan-Ku, syari’at-Ku, hukum-hukum-Ku pada hati orang-orang yang sombong untuk ta’at kepada kepada-Ku dan sombong kepada manusia tanpa alasan yang benar, sebagaimana mereka sombong tanpa alasan yang benar, maka Allah hinakan mereka dengan kebodohan (kejahilan). (Tafsir Ibnu Katsir 2/228)

Kebodohan adalah sumber segala malapetaka, sehingga Allah sangat mencela orang-orang yang jahil dan orang-orang yang betah dengan kejahilannya, Allah subhanahu wata’ala berfirman, artinya: “Sesungguhnya makhluk yang paling jelek (paling hina) di sisi Allah ialah orang-orang yang tuli dan bisu yang tidak mengerti apapun (jahil).” (QS. Al-Anfal:22)

Maksudnya Allah subhanahu wata’ala menghinakan orang-orang yang tidak mau mendengarkan kebenaran dan tidak mau menutur-kan yang haq, sehingga orang tersebut tidak memahami ayat-ayat-Nya yang pada akhirnya menyebabkan dia menjadi seorang yang jahil dan tidak mengerti apa-apa, dan kejahilan itulah bentuk kehinaan bagi orang-orang yang sombong.

Dan orang yang sombong di akhirat dihinakan oleh Allah subhanahu wata’ala dengan memperkecil postur tubuh mereka sekecil semut dan hinaan datang kepada dari segala penjuru tempat, hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits berikut: “Orang-orang yang sombong akan dihimpunkan pada hari kiamat seperti dalam bentuk semut-semut kecil dengan rupa manusia, dari segala tempat datang hinaan kepada mereka, mereka digiring ke penjara neraka jahannam yang di sebut Bulas, di bagian atasnya api yang menyala-nyala dan mereka diberi minuman dari kotoran penghuni neraka”. (HR. Tirmizi & Ahmad, dihasankan oleh Syekh Al-Albani dalam Al-Misykat)

Semoga dengan merenungi nash-nash Ilahiyyah diatas, karunia Allah subhanahu wata’ala beserta kita dan bisa menjauhkan kita dari sifat angkuh dan sombong.
***
Tulisan ini disadur dari Majalah Al-Furqon Edisi: 5 Tahun V /Dzulhijjah 1426 /Januari 2006

Pencuri yang Tercuri


Pencuri yang Tercuri

Malik ibn Dinar dalah seorang periwayat hadis dari generasi tabi’in. Ia orang miskin. Sangat miskin. Tidak ada barang berharga di rumahnya. Jelas, jika ada pencuri memasuki rumahnya, itu adalah keputusan yang sangat salah. Seperti pencuri yang satu ini. Saya nukilkan kisah Malik dan si pencuri dari buku Qashash min Siyar al-Musytaq al-Jannah (Kisah Para perindu Surga) karya Muhammad ibn Hamid Abdul Wahhab.

Suatu malam, pencuri itu memasuki rumah Malik ibn Dinar. Ia mencari-cari barangkali ada barang berharga yang bisa dicuri. Semua ruangan dimasuki. Malik ibn Dinar yang saat itu sedang mengerjakan shalat di kamarnya tahu jika ada yang masuk ke rumahnya.

Ia tetap mengerjakan shalat, tidak khawatir sama sekali dengan kedatangan si pencuri. Ia yakin jika pencuri itu tidak akan menemukan apa pun yang bisa dibawa. Sebab, dirinya hanya orang miskin yang tidak punya apa-apa. Sampai kemudian si pencuri masuk ke kamar tempat Malik mengerjakan shalat, dan secara kebetulan, Malik baru selesai mengerjakan shalat. Si pencuri terkejut. Ternyata rumah ini ada penghuninya. Keduanya bertatapan. Malik mengucapkan salam kepada pencuri, sementara si pencuri hanya terpaku.

“Saudaraku,” kata Malik. “Kau sudah memasuki rumahku tapi tidak menemukan apa-apa. Dan aku tidak akan membiarkanmu keluar dari rumahku tanpa membawa apa-apa.” Si pencuri masih terpaku.
Malik berdiri lalu ke belakang mengambil air dan menyodorkannya kepada si pencuri. “Berwudulah dengan air ini,” kata Malik, “Lalu kerjakanlah salat dua rakaat. Kau akan keluar dari rumah ini dengan membawa kebaikan.”

“Baik, Tuan,” kata si pencuri. Ia seperti terhipnotis, menuruti semua perintah Malik. Setelah selesai mengerjakan shalat, si pencuri mendekati Malik. “Tuan! Bolehkah aku menambah dua rakaat lagi?”
“Silakan. Kerjakan semampumu,” jawab Malik.

Si pencuri tampak menikmati shalat malam itu, sampai-sampai ia tidak hanya menambah dua rakaat, tapi terus mengerjakan salat sampai waktu subuh tiba.

“Sekarang sudah saatnya kau pulang dari sini,” kata Malik. “Kau akan pergi dengan membawa hidayah.”
Tapi si pencuri berkata, “Jika Tuan mengizinkan, aku ingin tinggal di sini untuk sehari ini. Aku sudah berniat berpuasa.” Malik pun mengizinkan. “Silakan, jika kau memang menghendaki.”

Saat hendak pergi, si pencuri berkata kepada Malik, “Aku ingin bertobat.”
“Biar itu menjadi urusanmu dengan Allah,” kata Malik.

Pencuri itu berlalu. Sampai kemudian ia bertemu dengan temannya sesama pencuri. “Aku pikir kau membawa banyak hasil curian,” kata temannya itu. “Kemarin aku berniat mencuri di rumah seseorang bernama Malik ibn Dinar,” kata si pencuri. “Tapi dia ternyata orang miskin yang tak punya apa-apa. Dan, justru dia yang mencuri apa yang kumiliki selama ini.”

Selasa, 09 Agustus 2011

Insya Allah...


Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh ummatnya, diantara hak tersebut adalah kewajiban mencintainya, dan dari kecintaan itu adalah memperbanyak membaca shalawat atasnya pada setiap waktu, dan Allah telah memerintahkan kaum mu'minin untuk melakukan hal itu dan menjanjikan mereka dangan ganjaran yang agung, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberitahukan bahwa kehinaanlah bagi orang yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam disebut padanya sedang ia tidak mengucapkan shalawat atasnya.

Jumat, 13 Mei 2011

Derita Sakratul Maut


Derita Sakratul Maut 
Karena Mengutamakan Isteri 
Lebih Dari Ibunya

Di zaman Rasulullah ada seorang pemuda yang bernama Alqomah, ia sangat rajin beribadat. Suatu hari ia tiba-tiba jatuh sakit yang sangat kuat, maka isterinya menyuruh orang memanggil Rasulullah dan mengatakan suaminya sakit kuat dan dalam sakaratul maut. Ketika berita ini sampai kepada Rasulullah, maka Rasulullah menyuruh Bilal r.a, Ali r.a, Salamam r.a dan Ammar r.a supaya pergi melihat keadaan Alqomah. Ketika mereka sampai ke rumah Alqomah, mereka terus mendapatkan Alqomah sambil membantunya membacakan kalimah La-ilaa-ha-illallah, tetapi lidah Alqomah tidak dapat menyebutnya.

Ketika para sahabat mendapati bahwa Alqomah pasti akan mati, maka mereka menyuruh Bilal r.a supaya memberitahu Rasulullah tentang keadaan Alqomah. Ketika Bilal sampai dirumah Rasulullah, maka bilal menceritakan segala hal yang berlaku kepada Alqomah. Lalu Rasulullah bertanya kepada Bilal; "Wahai Bilal apakah ayah Alqomah masih hidup?" jawab Bilal r.a, " Tidak, ayahnya sudah meninggal, tetapi ibunya masih hidup dan sangat tua usianya". Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata kepada Bilal; "Pergilah kamu kepada ibunya dan sampaikan salamku, dan katakan kepadanya kalau dia dapat berjalan, suruh dia datang berjump denganku , kalau dia tidak dapat berjalan katakan aku akan ke rumahnya".

Maka ketika Bilal sampai di rumah ibu Alqomah, lalu ia berkata seperti yang Rasulullah katakan  kepadanya, maka berkata ibu Alqomah; " Aku lebih patut pergi berjumpa Rasulullah". Lalu ibu Alqomah mengangkat tongkat dan terus berjalan menuju ke rumah Rasulullah. Maka bertanya Nabi s.a.w. kepada ibu Alqomah; "Terangkan kepada ku perkara yang sebenarnya  tentang Alqomah, jika kamu berdusta niscaya akan turun wahyu kepadaku". Berkata Nabi lagi; "Bagaimana keadaan Alqomah?", jawab ibunya; "Ia sangat rajin beribadat, ia sembahyang, berpuasa dan sangat suka bersedekah sebanyak-banyaknya sehingga tidak diketahui banyaknya". Bertanya Rasulullah; "Bagaimana hubungan ibu  dengan dia?", jawab ibunya; " Aku murka kepadanya", lalu Rasulullah bertanya; "Mengapa", jawab ibunya; "Kerana ia mengutamakan istrinya dari aku, dan menurut kata-kata isterinya sehingga ia menentangku".

Maka berkata Rasulullah; "Murka kamu itulah yang telah mengunci lidahnya untuk  mengucap La iilaa ha illallah", kemudian Nabi s.a.w menyuruh Bilal mencari kayu api untuk membakar Alqomah. Ketika ibu Alqomah mendengar perintah Rasulullah lalu ia bertanya; "Wahai Rasulullah, engkau  hendak membakar putera ku didepan mataku?, bagaimana hatiku dapat menerimanya". Kemudian berkata Nabi s.a.w; "Wahai ibu Alqomah, siksa Allah itu lebih berat dan kekal, oleh itu jika kamu ingin  Allah mengampunkan dosa anakmu itu, maka hendaklah kamu mengampuninya", demi Allah yang jiwaku ditangannya, tidak akan berguna sembahyangnya, sedekahnya, selagi kamu murka kepadanya". Maka berkata ibu Alqomah sambil mengangkat kedua tangannya; "Ya Rasulullah, aku persaksikan kepada Allah dilangit dan engkau  Ya Rasulullah dan mereka-mereka yang hadir disini bahawa aku ridha pada anakku Alqomah".

Maka Rasulullah mengarahkan Bilal pergi melihat Alqomah sambil berkata; "Pergilah kamu wahai Bilal, lihat apakah  Alqomah dapat mengucapkan La iilaa ha illallah atau tidak". Berkata Rasulullah lagi kepada Bilal ; "Aku khuatir kalau kalau ibu Alqomah mengucapkan itu semata-mata kerana  aku dan bukan dari hatinya". Maka ketika Bilal sampai di rumah Alqomah tiba-tiba terdengar suara Alqomah menyebut; "La iilaa ha illallah". Lalu Bilal masuk sambil berkata; "Wahai semua orang yang berada disini, ketahuilah sesungguhnya murka ibunya telah menghalangi Alqomah untuk  dapat mengucapkan kalimah La iila ha illallah, kerana ridha ibunyalah maka Alqomah dapat menyebut kalimah syahadat". Maka meninggal lah  Alqomah pada waktu setelah dia mengucap.

Maka Rasulullah s.a.w pun sampai di rumah Alqomah sambil berkata; "Segeralah mandi dan kafankan", lalu disembahyangkan oleh Nabi s.a.w. dan sesudah dikuburkan maka berkata Nabi s.a.w. sambil berdiri dekat kubur; "Hai sahabat Muhajirin dan Anshar, barang siapa yang mengutamakan isterinya daripada ibunya maka ia adalah orang yang dilaknat oleh Allah s.w.t, dan tidak diterimanya daripadanya ibadat fardhu dan sunatnya.

SENI DAN DA'WAH: KEMBALI PADA JALAN ALLAH

SENI DAN DA'WAH: KEMBALI PADA JALAN ALLAH: "Kumandang adzan Maghrib baru saja selesai, matahari masih meninggalkan pancarannya pada awan senja ya..."

SENI DAN DA'WAH: Kisah Nabi Musa dengan seorang penzina.

SENI DAN DA'WAH: Kisah Nabi Musa dengan seorang penzina.: "Add caption"

KEMBALI PADA JALAN ALLAH




Kumandang adzan Maghrib baru saja selesai, matahari masih meninggalkan pancarannya pada awan senja yang membuat warna langit menjadi gelap bercampur kemerah merahan. Di sekitar lingkungan rumah pak broto terlihat sepi karena masyarakat yang ada di lingkungannya sedang menunaikan ibadah shalat maghrib, ada yang melaksanakannya di masjid  di sekitar perumahan itu dan ada pula yang hanya melaksanakan  di rumahnya masing masing.

Mobil taxi berwarna biru berhenti di depan rumah pak broto. Seorang pemuda yang gagah terlihat keluar dari taxi tersebut. Pemuda itu mengenakan jas dari kulit berwarna coklat, tapi dia tidak mengenakan kemeja bahkan dasi, ia hanya memakai kaos oblong di sebalik jas kulitnya. Celana yang dikenakannya jeans biru yang ketat  dan sepatu kulit yang mengkilat.

“Papa……mama…!” pemuda  itu memanggil orang yang ada di dalam rumah, yang tak lain adalah orangtuanya sendiri.. Ia coba memanggil berulang ulang tapi tidak ada yang menyahut seorangpun juga.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”  sementara pak broto yang menjadi imam shalat bersama isterinya baru saja selesai mengucapkan salam mengakhiri shalat maghrib bersama isterinya di rumah.

“Pa…sepertinya ada seseorang yang memanggil di luar sewaktu kita shalat tadi. “ Bu broto memberitahukan suaminya ketika baru saja selesai mengucapkan salam mengakhiri shalatnya

“Iya ma, tapi siapa ya ? kok manggil mama dan papa ?, sedangkan anak kita sekarangkan masih di New York ?"

“Mungkin saja memang Irfan anak kita yang pulang pa ?”
“Mungkin juga ma, coba mama lihat ke depan”

Bu broto menjulurkan tangannya untuk memberi salam kepada suaminya , setelah tangannya disambut oleh pak broto, ia meletakkan tangan suaminya itu dikeningnya sebagai tanda menghormati suaminya. Setelah itu ia bangkit beranjak meninggalkan suaminya menuju ke ruang depan.

Bu broto membuka pintu, tapi dia tidak melihat siapa siapa di luar. Ia coba melihat sekeliling halaman dari sebalik pintu yang terbuka sedikit saja. Di halaman sepi sepi saja dan gelap, lampu halaman rumah ternyata belum di hidupkan. Bu Broto lalu menekan sebuah tombol yang tak jauh dari tempat berdirinya. Ia cukup menjulurkan tanggannya tanpa beranjak dari tempatnya.

Baru saja lampu halaman hidup tiba tiba saja suara seorang pemuda membuat bu broto terkejut.
“ Kirain ga ada orang di rumah, di panggil ga ada yang yahut, malam ma “ pemuda itu tiba tiba saja sudah ada di hadapan bu Broto dan menyalami dan mencium tangannya

“Loh…..kamu Irfan, anak mama ?” Tanya bu broto yang terlihat ragu melihat pemuda yang ada di hadapannya.
“Iya ma, saya Irfan anak mama”
“Kenapa tiba tiba saja pulangnya, tidak kasih kabar dulu sama mama dan papa ?”
“Irfan gak mau bikin mama dan papa jadi repot menjemput Irfan ke bandara, kok mama masih bengong saja, gimana Irfan mau masuk nih…pintunya sempit belum terbuka semua ?” kata pemuda yang ternyata Irfan anak mereka yang sedang kuliah di New york.

Irfan menenteng tasnya dan masuk ke rumah setelah bu Broto membuka pintu dengan lebar. Sambil memeluk ibunya, Irfan berjalan menuju kursi tamu bersama ibunya. Diletakkan tas yang ada di tangannya diatas meja lalu ia duduk di kursi berhadapan dengan ibunya.
“Papa  mana ma ?”
“Papa mu baru selesai shalat maghrib dan sekarang sedang membaca Qur’an, sebentar ibu lihat dulu ya ?!” kata bu Broto sambil beranjak meninggalkan Irfan.

“Ma, tunggu…..biar Irfan yang menemui papa !” pinta Irfan sambil bergegas menyusul ibunya.

Pak broto sedang khusyuk membaca Al-quran, ia tidak membaca dengan menzhahirkan bacaannya tapi ia membacanya dalam hati saja.

“Assalamu ‘alaikum,  pa “ Irfan menyapa ayahnya dengan mengucapkan salam


”Irfan…?” pak broto bertanya Karena kaget melihat anaknya yang sudah ada di diepan pintu ruang shalat keluarga.
Irfan menghampiri ayahnya dan mencium tangan pak Broto yang masih terbengong tak percaya.

“Kamu sudah shalat Maghrib, nak ?”
Irfan tidak menjawab pertanyaan ayahnya. Ia hanya diam, sebenarnya ia ingin menjawab tapi ada rasa ragu dan ketidak beranian untuk menjawab pertanyaan ayahnya.

“Irfan….kenapa tidak di jawab pertanyaan papa, nak ?

“Maaf, pa….Irfan kuatir papa marah, tapi Irfan tidak mau mengerjakan itu jika tidak ada ilmu dan dasar perbuatannya “

“Bukankah papa sudah mengajarmu sejak kecil dulu cara shalat dan aturan aturanya, bahkan tentang agama Islam ”

“Bukan begitu pa,,,, masih ada hal hal yang mengganjal di hati Irfan, ada beberapa pertanyaan yang telah irfan coba cari jawabannya, bahkan sudah beberapa profesor ternama tidak ada yang dapat menjawabnya. Carikan Irfan guru agama yang hebat yang bisa menjawab pertanyaan Irfan pa, baru Irfan akan belajar lebih dalam lagi tentang Islam jika dia dapat menjawab pertanyaan yang masih mengganjal di hati Irfan ini.” jelas Irfan kepada Ayahnya.

“Apakah pertanyaan yang mengganjal di hatimu sehingga belum ada yang bisa menjawabnya, katakan pada papa, mungkin papa bisa menjawabnya.” Pinta pak Broto lembut kepada anaknya, Irfan

“Papa tidak mungkin bisa menjawabya, sedangakan profesor profesor hebat saja tidak bisa menjawab pertanyaan Irfan ini.” Kata Irfan meragukan kemampuan ayahnya.

“Cobalah kamu sampaikan kepada papa dulu, jika papa bisa menjawabnya papa akan jelaskan, jika papa tidak bisa, maka papa akan carikan guru agama yang bisa menjawab pertanyaan yang mengganjal di hati anakku saat ini.”

Irfan menyebutkan pertanyaan yang selalu mengganjal di hatinya menuruti permintaan ayahnya. Tiga pertanyaan yang belum ada seorangpun yang dapat memberikan jawaban kepadanya sehingga ia ragu dengan ajaran agama Islam, bahkan agama apapun yang ada di dunia ini. Dia sudah mendekati paham atheis. Meragukan kebaradaan Tuhan yang menciptakan alam semesta dan isinya. Betulkah Tuhan itu ada ? jika ada bagaimanakah wujudnya ? mengapa manusia menyembah suatu yang tidak jelas keberadaanya ?

Setelah mendengar pertanyaan yang mengganjal di hati anaknya, pak Broto juga bingung untuk menjawab dan memberikan penjelasan atas pertanyaan anaknya. Pak broto akhirnya mencarikan guru agama yang bisa menjawab pertanyaan anaknya. Seorang guru agama yang masih muda dan seumuran dengan anaknya Irfan. Ustadz Lathif nama guru agama itu.

“Anda siapa, dan apakah anda bisa menjawab pertanyan pertanyaan saya ?” Tanya Irfan kepada ustadz yang dikenalkan ayahnya itu.

“Saya hanya seorang hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda” Jawab ustadz Lathif dengan tenang.

“Anda yakin ?, sedangkan profesor di Amerika dan banyak orang pintar tidak seorangpun yang mampu menjawab pertanyaan saya ini”
“Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya”
“Saya punya tiga pertanyaan yang mengganjal di hati saya, pertama Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan itu kepada saya. Kedua, Jika benar takdir itu ada, tolong tunjukkan takdir itu pada saya. Dan yang ketiga kalau syethan diciptakan dari api kenapa dimasukkan ke nereka yang dibuat dari api juga, tentu tidak menyakitkan buat syethan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Tidakkah Tuhan berpikir sejauh itu.?”

“Hanya itukah pertanyaan yang membuat anda ragu tentang ajaran Islam ?”

”Ya,,,hanya tiga pertanyaan itu, tapi tak seorang yang dapat menjawab dan dapat menjelaskan kepadaku.”

Tiba tiba ustadz Lathif menampar pipi Irfan dengan sangat kerasnya, sehingga Irfan meringis menahan sakit dan pedih di pipinya yang terasa mendenyut dan hampir membuat gelap pemandangan di matanya

”Hei….kenapa kamu marah kepada saya, jika anda tidak bisa menjawabnya kenapa harus menampar saya ?”

“Saya tidak marah, tapi tamparan dari saya tadi adalah jawaban untuk membuktikan pertanyaan anda ajukan tadi kepada saya.”

”Saya tidak mengerti dengan maksud anda”
“Bagaimana rasanya tamparan saya tadi “
”Tentu saya sangat merasa sakit.”
“Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada ?”
”Ya,”
”Tunjukkan pada saya wujud sakit itu”
”Saya tidak bisa”
”Itulah jawaban atas pertanyaan anda yang pertama tadi, kita semua merasakan kewujudan tuhan tapi tidak mampu untuk melihat wujudnya”


“Apakah malam tadi anda ada bermimpi akan menerima tamparan dari tangan saya hari ini ?” Tanya Ustdaz Lathif melanjutkan
“Tidak”
”Itulah yang dinamakan takdir”


”Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar pipi anda tadi ?”
“Kulit”
"Pipi anda terbuat dari apa ?"
"Kulit:"
“Bagaimana rasanya tamparan saya ?”
”Sakit”
“Jadi, walaupun syethan telah dijadikan Allah dari api dan neraka juga terbuat dari api, apabila Allah menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syethan. Semoga kita bukanlah orang orang yang ditempatkan bersama syethan di neraka di akhirat nanti”

Irfan langsung tertunduk dan memeluk ustdaz Lathif dan memohonnya untuk mengajarkan agama Islam lebih banyak lagi. Lalu ia memeluk kedua orang tuanya yang ikut senang dan bahagia melihat anaknya telah mendapatkan kesadaran dan hidayah kembali kepada jalan Allah SWT.

Kamis, 12 Mei 2011

NABI MUSA BERTEMU JODOH DI MADYAN


“Ya Tuhanku selamatlkanlah aku  dari segala tipu daya orang orang yang zhalim“. Dengan berdo’a kepada Allah, keluarlah nabi Musa dari kota Mesir seorang diri , tiada kawan selain cahaya Allah, tiada pembantu selain hidayah-Nya, tiada bekal selain Bekal iman dan taqwa kepada Allah.

Satu satunya yang menjadi penghibur bagi hatinya yang sedih karena meninggalkan negeri kelahirannya ialah bahwa Allah telah menyelamatkannya dari buruan kaum fir’aun yang kejam dan zhalim.

Setelah menjalani perjalanan selama delapan hari delapan malam dengan kaki ayam, tanpa alas kaki sehingga terkelupas  kedua kulit telapak kakinya, sampailah nabi Musa as di kota Madyan. Kota Madyan adalah kota tempat nabi Syu’aib As yang terletak di timur jazirah Sinai dan teluk Aqabah di selatan Palestina.

Untuk menghilangkan rasa letihnya karena perjalanan yang jauh, nabi Musa As beristirahat di bawah  pohon yang rindang. Ia merenung seorang diri karena nasibnya sebagai salah seorang bekas anggota istana kerjaan kini telah menjadi seorang pelarian dan buronan kerajaan. Dia tiadak tahu kemana harus pergi, kepada siapa dia harus bertemu sedangkan ditempat yang baru ia datangi ini tak seorang pun yang dia kenal, tiada sahabat dan sanak saudara.

Dalam keaadan demikian terlihatlah olehnya sekumpulan penggembala berdesak desakan mengelilingi sebuah sumber air untuk memberi minum ternak mereka masing masing. Tidak jauh dari kerumunan itu berdiri dua orang gadis yang menantikan giliran untuk memberi minum kepada ternaknya, jika para penggembala laki laki itu sudah selesai dengan tugasnya.

Nabi Musa As merasa kasihan melihat kedua gadis yang sedang menantikan giliran itu, lalu dihampirinya dan bertanya kepada kedua gadis tersebut.

“Apakah gerangan  yang kamu tunggu di sini ?’

“Kami hendak mengambil air dan memberi minum ternak kami namun kami tidak dapat berdesak desakan dengan laki laki yang masih berada di situ. Kami menunggu sehingga mereka selesai semua memberi minum ternak mereka. Kami harus lakukan sendiri pekerjaan ini karena ayah kami sudah lanjut usianya dan tidak dapat berdiri, apalagi hendak dating ke sini.” jawab salah seorang dari kedua gadis itu.

Tanpa sepatah katapun lalu nabi Musa As mengambil timba ke dua gadis itu dan mengambil air di tempat laki laki yang berdesak desakan. Tak lama kemudian nabi Musa telah kembali kepada kedua gadis itu dengan membawa air yang penuh pada ember yang diambilnya tadi. Sementara di sekitar sumber air tersebut masih padat dengan desakan penggembala.

Sesampainya di rumah kedua gadis itu bercerita kepada ayah mereka Nabi Syu’aib tentang pengalamannya dengan Nabi Musa yang telah menolong mereka tanpa diminta sehingga mereka dapat lebih cepat pulang dari yang biasanya. Ayah kedua gadis yang bernama Syu'aib itu tertarik dengan cerita kedua puterinya. Ia ingin berkenalan dengan orang yang baik hati itu yang telah memberi pertolongan tanpa diminta kepada kedua puterinya dan sekaligus menyatakan terimakasih kepadanya. Ia menyuruh salah seorang dari puterinya itu pergi memanggilkan Musa dan mengundangnya datang ke rumah.
Dengan malu-malu pergilah puteri Syu'aib menemui Musa yang masih berada di bawah pohon yang masih melamun. Dalam keadaan letih dan lapar Musa berdoa

  "Ya Tuhanku aku sangat memerlukan belas kasihmu dan memerlukan kebaikan sedikit makanan yang Engkau turunkan kepadaku."

Berkatalah gadis itu kepada Musa memotong lamunannya

 "Ayahku mengharapkan kedatanganmu ke rumah untuk berkenalan dengan engkau serta memberi engkau sekedar upah atas jasamu menolong kami mendapatkan air bagi kami dan ternak kami."

Nabi Musa As sebagai perantau yang masih asing di negeri itu, tiada mengenal dan dikenali orang tanpa berfikir panjang menerima undangan gadis itu dengan senang hati. Ia lalu mengikuti gadis itu dari belakang menuju ke rumah ayahnya yang bersedia menerimanya dengan penuh ramah, hormat dan mengucapkan terimakasihnya.

Dalam perbincangan dengan Syu'aib ayah kedua gadis yang sudah lanjut usianya itu,  Musa mengisahkan kepadanya peristiwa yang terjadi pada dirinya di Mesir sehingga terpaksa ia melarikan diri dan keluar meninggalkan negerinya mengelakkan hukuman penyembelihan yang telah direncanakan oleh kaum Fir'aun terhadap dirinya.

Berkata Syu'aib setelah mendengar kisah tamunya: 

"Engkau telah lepas dari pengejaran dari orang-orang yang zalim dan kejam  itu adalah berkat rahmat Tuhan dan pertolongan-Nya. Dan engkau sudah berada di sebuah tempat yang aman di rumah kami ini, engkau  tinggallah di sini dengan tenang dan tenteram selama engkau suka."

Dalam pergaulan sehari-hari selama ia tinggal di rumah Syu'aib sebagai tamu yang dihormati dan disegani Musa telah dapat menawan hati keluarga tuan rumah yang merasa kagum akan keberaniannya, kecerdasannya, kekuatan jasmaninya, perilakunya yang lemah lembut, budi perkertinya yang halus serta akhlaknya yang luhur. sehingga telah menimbulkan ide di dalam hati salah seorang dari kedua puteri Syu'aib untuk mempekerjakan Musa sebagai pembantu mereka.  

Berkatalah gadis itu kepada ayahnya:

 "Wahai ayah !,  Ajaklah Musa sebagai pembantu kami menguruskan urusan rumahtangga dan peternakan kami. Ia adalah seorang yang kuat badannya, luhur budi perkertinya, baik hatinya dan boleh dipercaya."

Saran gadis itu disepakati dan diterima baik oleh ayahnya yang memang sudah menjadi pemikirannya sejak Musa tinggal bersamanya di rumah, menunjukkan sikap bergaul yang manis dan perilaku yang hormat dan sopan serta tangan yang ringan suka bekerja, suka menolong tanpa diminta.

Diajaklah Musa berunding oleh Syu'aib dan berkatalah kepadanya :

"Wahai Musa! Tertarik akan  sikapmu yang manis dan cara pergaulanmu yang sopan serta akhlak dan budi perkertimu yang luhur, selama engkau berada di rumah ini dan mengingat akan usiaku yang makin hari makin lanjut, maka aku ingin sekali mengambilmu sebagai menantuku, menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua gadisku ini. Jika engkau dengan senang hati menerima tawaranku ini, maka sebagai maskawinnya, aku minta engkau bekerja sebagai pembantu kami selama delapan tahun menguruskan penternakan kami dan urusan  rumahtangga yang memerlukan tenagamu. Dan aku sangat berterima kasih kepadamu bila engkau secara suka rela mahu menambah dua tahun di atas delapan tahun yang menjadi syarat mutlak itu."

Nabi Musa sebagai buronan yang lari dari tanah tumpah darahnya dan berada di negeri orang sebagai perantau, tiada sanak saudara, tiada sahabat telah menerima tawaran Syu'aib itu sebagai karunia dari Tuhan yang akan mengisi kekosongan hidupnya selaku seorang bujang yang memerlukan teman hidup untuk menyekutunya menanggung beban penghidupan dengan segala duka dan dukanya. Ia segera tanpa berfikir panjang berkata kepada Syu'aib:

 "Aku merasa sangat bahagia, bahwa tuan berkenan menerimaku sebagai menantu, semoga aku tidak menghampakan harapan tuan yang telah berjasa kepada diriku sebagai tamu yang diterima dengan penuh hormat dan ramah, kemudian dijadikannya sebagai menantu, suami kepada puterinya. Syarat kerja yang tuan kemukakan sebagai maskawin, aku setujui dengan penuh tanggungjawab dan dengan senang hati."

Setelah delapan tahun bekerja sebagai pembantu Syu'aib ditambah dengan suka rela dilampaui oleh Musa, dinikahkanlah ia dengan puterinya yang bernama Shafura. Dan sebagai hadiah perkahwinan diberinyalah pasangan pengantin baru itu oleh Syu'aib beberapa ekor kambing untuk dijadikan modal pertama bagi hidupnya yang baru sebagai suami-isteri. Pemberian beberpa ekor kambing itu juga merupakan tanda terimaksih Syu'aib kepada Musa yang selama ini di bawah pengurusannya, peternakan Syu'aib menjadi berkembang biak dengan cepatnya dan memberi hasil serta keuntungan yang berlipat ganda. 

Bacalah tentang isi cerita yang terurai ini di dalam ayat 22 sehingga ayat 28, surah "Al-Qashash" juz 28 yang berbunyi sebagai berikut :~


Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): “Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar”.
QS. al-Qashash (28) : 22

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menahan ternaknya. Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”.
QS. al-Qashash (28) : 23

Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”.
QS. al-Qashash (28) : 24

Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami”. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syuaib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syuaib berkata: “Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu”.
QS. al-Qashash (28) : 25

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.
QS. al-Qashash (28) : 26

Berkatalah dia (Syuaib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”.
QS. al-Qashash (28) : 27

Dia berkata: “Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan”.
QS. al-Qashash (28) : 28