Jumat, 13 Mei 2011

Derita Sakratul Maut


Derita Sakratul Maut 
Karena Mengutamakan Isteri 
Lebih Dari Ibunya

Di zaman Rasulullah ada seorang pemuda yang bernama Alqomah, ia sangat rajin beribadat. Suatu hari ia tiba-tiba jatuh sakit yang sangat kuat, maka isterinya menyuruh orang memanggil Rasulullah dan mengatakan suaminya sakit kuat dan dalam sakaratul maut. Ketika berita ini sampai kepada Rasulullah, maka Rasulullah menyuruh Bilal r.a, Ali r.a, Salamam r.a dan Ammar r.a supaya pergi melihat keadaan Alqomah. Ketika mereka sampai ke rumah Alqomah, mereka terus mendapatkan Alqomah sambil membantunya membacakan kalimah La-ilaa-ha-illallah, tetapi lidah Alqomah tidak dapat menyebutnya.

Ketika para sahabat mendapati bahwa Alqomah pasti akan mati, maka mereka menyuruh Bilal r.a supaya memberitahu Rasulullah tentang keadaan Alqomah. Ketika Bilal sampai dirumah Rasulullah, maka bilal menceritakan segala hal yang berlaku kepada Alqomah. Lalu Rasulullah bertanya kepada Bilal; "Wahai Bilal apakah ayah Alqomah masih hidup?" jawab Bilal r.a, " Tidak, ayahnya sudah meninggal, tetapi ibunya masih hidup dan sangat tua usianya". Kemudian Rasulullah s.a.w. berkata kepada Bilal; "Pergilah kamu kepada ibunya dan sampaikan salamku, dan katakan kepadanya kalau dia dapat berjalan, suruh dia datang berjump denganku , kalau dia tidak dapat berjalan katakan aku akan ke rumahnya".

Maka ketika Bilal sampai di rumah ibu Alqomah, lalu ia berkata seperti yang Rasulullah katakan  kepadanya, maka berkata ibu Alqomah; " Aku lebih patut pergi berjumpa Rasulullah". Lalu ibu Alqomah mengangkat tongkat dan terus berjalan menuju ke rumah Rasulullah. Maka bertanya Nabi s.a.w. kepada ibu Alqomah; "Terangkan kepada ku perkara yang sebenarnya  tentang Alqomah, jika kamu berdusta niscaya akan turun wahyu kepadaku". Berkata Nabi lagi; "Bagaimana keadaan Alqomah?", jawab ibunya; "Ia sangat rajin beribadat, ia sembahyang, berpuasa dan sangat suka bersedekah sebanyak-banyaknya sehingga tidak diketahui banyaknya". Bertanya Rasulullah; "Bagaimana hubungan ibu  dengan dia?", jawab ibunya; " Aku murka kepadanya", lalu Rasulullah bertanya; "Mengapa", jawab ibunya; "Kerana ia mengutamakan istrinya dari aku, dan menurut kata-kata isterinya sehingga ia menentangku".

Maka berkata Rasulullah; "Murka kamu itulah yang telah mengunci lidahnya untuk  mengucap La iilaa ha illallah", kemudian Nabi s.a.w menyuruh Bilal mencari kayu api untuk membakar Alqomah. Ketika ibu Alqomah mendengar perintah Rasulullah lalu ia bertanya; "Wahai Rasulullah, engkau  hendak membakar putera ku didepan mataku?, bagaimana hatiku dapat menerimanya". Kemudian berkata Nabi s.a.w; "Wahai ibu Alqomah, siksa Allah itu lebih berat dan kekal, oleh itu jika kamu ingin  Allah mengampunkan dosa anakmu itu, maka hendaklah kamu mengampuninya", demi Allah yang jiwaku ditangannya, tidak akan berguna sembahyangnya, sedekahnya, selagi kamu murka kepadanya". Maka berkata ibu Alqomah sambil mengangkat kedua tangannya; "Ya Rasulullah, aku persaksikan kepada Allah dilangit dan engkau  Ya Rasulullah dan mereka-mereka yang hadir disini bahawa aku ridha pada anakku Alqomah".

Maka Rasulullah mengarahkan Bilal pergi melihat Alqomah sambil berkata; "Pergilah kamu wahai Bilal, lihat apakah  Alqomah dapat mengucapkan La iilaa ha illallah atau tidak". Berkata Rasulullah lagi kepada Bilal ; "Aku khuatir kalau kalau ibu Alqomah mengucapkan itu semata-mata kerana  aku dan bukan dari hatinya". Maka ketika Bilal sampai di rumah Alqomah tiba-tiba terdengar suara Alqomah menyebut; "La iilaa ha illallah". Lalu Bilal masuk sambil berkata; "Wahai semua orang yang berada disini, ketahuilah sesungguhnya murka ibunya telah menghalangi Alqomah untuk  dapat mengucapkan kalimah La iila ha illallah, kerana ridha ibunyalah maka Alqomah dapat menyebut kalimah syahadat". Maka meninggal lah  Alqomah pada waktu setelah dia mengucap.

Maka Rasulullah s.a.w pun sampai di rumah Alqomah sambil berkata; "Segeralah mandi dan kafankan", lalu disembahyangkan oleh Nabi s.a.w. dan sesudah dikuburkan maka berkata Nabi s.a.w. sambil berdiri dekat kubur; "Hai sahabat Muhajirin dan Anshar, barang siapa yang mengutamakan isterinya daripada ibunya maka ia adalah orang yang dilaknat oleh Allah s.w.t, dan tidak diterimanya daripadanya ibadat fardhu dan sunatnya.

SENI DAN DA'WAH: KEMBALI PADA JALAN ALLAH

SENI DAN DA'WAH: KEMBALI PADA JALAN ALLAH: "Kumandang adzan Maghrib baru saja selesai, matahari masih meninggalkan pancarannya pada awan senja ya..."

SENI DAN DA'WAH: Kisah Nabi Musa dengan seorang penzina.

SENI DAN DA'WAH: Kisah Nabi Musa dengan seorang penzina.: "Add caption"

KEMBALI PADA JALAN ALLAH




Kumandang adzan Maghrib baru saja selesai, matahari masih meninggalkan pancarannya pada awan senja yang membuat warna langit menjadi gelap bercampur kemerah merahan. Di sekitar lingkungan rumah pak broto terlihat sepi karena masyarakat yang ada di lingkungannya sedang menunaikan ibadah shalat maghrib, ada yang melaksanakannya di masjid  di sekitar perumahan itu dan ada pula yang hanya melaksanakan  di rumahnya masing masing.

Mobil taxi berwarna biru berhenti di depan rumah pak broto. Seorang pemuda yang gagah terlihat keluar dari taxi tersebut. Pemuda itu mengenakan jas dari kulit berwarna coklat, tapi dia tidak mengenakan kemeja bahkan dasi, ia hanya memakai kaos oblong di sebalik jas kulitnya. Celana yang dikenakannya jeans biru yang ketat  dan sepatu kulit yang mengkilat.

“Papa……mama…!” pemuda  itu memanggil orang yang ada di dalam rumah, yang tak lain adalah orangtuanya sendiri.. Ia coba memanggil berulang ulang tapi tidak ada yang menyahut seorangpun juga.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”  sementara pak broto yang menjadi imam shalat bersama isterinya baru saja selesai mengucapkan salam mengakhiri shalat maghrib bersama isterinya di rumah.

“Pa…sepertinya ada seseorang yang memanggil di luar sewaktu kita shalat tadi. “ Bu broto memberitahukan suaminya ketika baru saja selesai mengucapkan salam mengakhiri shalatnya

“Iya ma, tapi siapa ya ? kok manggil mama dan papa ?, sedangkan anak kita sekarangkan masih di New York ?"

“Mungkin saja memang Irfan anak kita yang pulang pa ?”
“Mungkin juga ma, coba mama lihat ke depan”

Bu broto menjulurkan tangannya untuk memberi salam kepada suaminya , setelah tangannya disambut oleh pak broto, ia meletakkan tangan suaminya itu dikeningnya sebagai tanda menghormati suaminya. Setelah itu ia bangkit beranjak meninggalkan suaminya menuju ke ruang depan.

Bu broto membuka pintu, tapi dia tidak melihat siapa siapa di luar. Ia coba melihat sekeliling halaman dari sebalik pintu yang terbuka sedikit saja. Di halaman sepi sepi saja dan gelap, lampu halaman rumah ternyata belum di hidupkan. Bu Broto lalu menekan sebuah tombol yang tak jauh dari tempat berdirinya. Ia cukup menjulurkan tanggannya tanpa beranjak dari tempatnya.

Baru saja lampu halaman hidup tiba tiba saja suara seorang pemuda membuat bu broto terkejut.
“ Kirain ga ada orang di rumah, di panggil ga ada yang yahut, malam ma “ pemuda itu tiba tiba saja sudah ada di hadapan bu Broto dan menyalami dan mencium tangannya

“Loh…..kamu Irfan, anak mama ?” Tanya bu broto yang terlihat ragu melihat pemuda yang ada di hadapannya.
“Iya ma, saya Irfan anak mama”
“Kenapa tiba tiba saja pulangnya, tidak kasih kabar dulu sama mama dan papa ?”
“Irfan gak mau bikin mama dan papa jadi repot menjemput Irfan ke bandara, kok mama masih bengong saja, gimana Irfan mau masuk nih…pintunya sempit belum terbuka semua ?” kata pemuda yang ternyata Irfan anak mereka yang sedang kuliah di New york.

Irfan menenteng tasnya dan masuk ke rumah setelah bu Broto membuka pintu dengan lebar. Sambil memeluk ibunya, Irfan berjalan menuju kursi tamu bersama ibunya. Diletakkan tas yang ada di tangannya diatas meja lalu ia duduk di kursi berhadapan dengan ibunya.
“Papa  mana ma ?”
“Papa mu baru selesai shalat maghrib dan sekarang sedang membaca Qur’an, sebentar ibu lihat dulu ya ?!” kata bu Broto sambil beranjak meninggalkan Irfan.

“Ma, tunggu…..biar Irfan yang menemui papa !” pinta Irfan sambil bergegas menyusul ibunya.

Pak broto sedang khusyuk membaca Al-quran, ia tidak membaca dengan menzhahirkan bacaannya tapi ia membacanya dalam hati saja.

“Assalamu ‘alaikum,  pa “ Irfan menyapa ayahnya dengan mengucapkan salam


”Irfan…?” pak broto bertanya Karena kaget melihat anaknya yang sudah ada di diepan pintu ruang shalat keluarga.
Irfan menghampiri ayahnya dan mencium tangan pak Broto yang masih terbengong tak percaya.

“Kamu sudah shalat Maghrib, nak ?”
Irfan tidak menjawab pertanyaan ayahnya. Ia hanya diam, sebenarnya ia ingin menjawab tapi ada rasa ragu dan ketidak beranian untuk menjawab pertanyaan ayahnya.

“Irfan….kenapa tidak di jawab pertanyaan papa, nak ?

“Maaf, pa….Irfan kuatir papa marah, tapi Irfan tidak mau mengerjakan itu jika tidak ada ilmu dan dasar perbuatannya “

“Bukankah papa sudah mengajarmu sejak kecil dulu cara shalat dan aturan aturanya, bahkan tentang agama Islam ”

“Bukan begitu pa,,,, masih ada hal hal yang mengganjal di hati Irfan, ada beberapa pertanyaan yang telah irfan coba cari jawabannya, bahkan sudah beberapa profesor ternama tidak ada yang dapat menjawabnya. Carikan Irfan guru agama yang hebat yang bisa menjawab pertanyaan Irfan pa, baru Irfan akan belajar lebih dalam lagi tentang Islam jika dia dapat menjawab pertanyaan yang masih mengganjal di hati Irfan ini.” jelas Irfan kepada Ayahnya.

“Apakah pertanyaan yang mengganjal di hatimu sehingga belum ada yang bisa menjawabnya, katakan pada papa, mungkin papa bisa menjawabnya.” Pinta pak Broto lembut kepada anaknya, Irfan

“Papa tidak mungkin bisa menjawabya, sedangakan profesor profesor hebat saja tidak bisa menjawab pertanyaan Irfan ini.” Kata Irfan meragukan kemampuan ayahnya.

“Cobalah kamu sampaikan kepada papa dulu, jika papa bisa menjawabnya papa akan jelaskan, jika papa tidak bisa, maka papa akan carikan guru agama yang bisa menjawab pertanyaan yang mengganjal di hati anakku saat ini.”

Irfan menyebutkan pertanyaan yang selalu mengganjal di hatinya menuruti permintaan ayahnya. Tiga pertanyaan yang belum ada seorangpun yang dapat memberikan jawaban kepadanya sehingga ia ragu dengan ajaran agama Islam, bahkan agama apapun yang ada di dunia ini. Dia sudah mendekati paham atheis. Meragukan kebaradaan Tuhan yang menciptakan alam semesta dan isinya. Betulkah Tuhan itu ada ? jika ada bagaimanakah wujudnya ? mengapa manusia menyembah suatu yang tidak jelas keberadaanya ?

Setelah mendengar pertanyaan yang mengganjal di hati anaknya, pak Broto juga bingung untuk menjawab dan memberikan penjelasan atas pertanyaan anaknya. Pak broto akhirnya mencarikan guru agama yang bisa menjawab pertanyaan anaknya. Seorang guru agama yang masih muda dan seumuran dengan anaknya Irfan. Ustadz Lathif nama guru agama itu.

“Anda siapa, dan apakah anda bisa menjawab pertanyan pertanyaan saya ?” Tanya Irfan kepada ustadz yang dikenalkan ayahnya itu.

“Saya hanya seorang hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda” Jawab ustadz Lathif dengan tenang.

“Anda yakin ?, sedangkan profesor di Amerika dan banyak orang pintar tidak seorangpun yang mampu menjawab pertanyaan saya ini”
“Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya”
“Saya punya tiga pertanyaan yang mengganjal di hati saya, pertama Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan itu kepada saya. Kedua, Jika benar takdir itu ada, tolong tunjukkan takdir itu pada saya. Dan yang ketiga kalau syethan diciptakan dari api kenapa dimasukkan ke nereka yang dibuat dari api juga, tentu tidak menyakitkan buat syethan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Tidakkah Tuhan berpikir sejauh itu.?”

“Hanya itukah pertanyaan yang membuat anda ragu tentang ajaran Islam ?”

”Ya,,,hanya tiga pertanyaan itu, tapi tak seorang yang dapat menjawab dan dapat menjelaskan kepadaku.”

Tiba tiba ustadz Lathif menampar pipi Irfan dengan sangat kerasnya, sehingga Irfan meringis menahan sakit dan pedih di pipinya yang terasa mendenyut dan hampir membuat gelap pemandangan di matanya

”Hei….kenapa kamu marah kepada saya, jika anda tidak bisa menjawabnya kenapa harus menampar saya ?”

“Saya tidak marah, tapi tamparan dari saya tadi adalah jawaban untuk membuktikan pertanyaan anda ajukan tadi kepada saya.”

”Saya tidak mengerti dengan maksud anda”
“Bagaimana rasanya tamparan saya tadi “
”Tentu saya sangat merasa sakit.”
“Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada ?”
”Ya,”
”Tunjukkan pada saya wujud sakit itu”
”Saya tidak bisa”
”Itulah jawaban atas pertanyaan anda yang pertama tadi, kita semua merasakan kewujudan tuhan tapi tidak mampu untuk melihat wujudnya”


“Apakah malam tadi anda ada bermimpi akan menerima tamparan dari tangan saya hari ini ?” Tanya Ustdaz Lathif melanjutkan
“Tidak”
”Itulah yang dinamakan takdir”


”Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar pipi anda tadi ?”
“Kulit”
"Pipi anda terbuat dari apa ?"
"Kulit:"
“Bagaimana rasanya tamparan saya ?”
”Sakit”
“Jadi, walaupun syethan telah dijadikan Allah dari api dan neraka juga terbuat dari api, apabila Allah menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syethan. Semoga kita bukanlah orang orang yang ditempatkan bersama syethan di neraka di akhirat nanti”

Irfan langsung tertunduk dan memeluk ustdaz Lathif dan memohonnya untuk mengajarkan agama Islam lebih banyak lagi. Lalu ia memeluk kedua orang tuanya yang ikut senang dan bahagia melihat anaknya telah mendapatkan kesadaran dan hidayah kembali kepada jalan Allah SWT.

Kamis, 12 Mei 2011

NABI MUSA BERTEMU JODOH DI MADYAN


“Ya Tuhanku selamatlkanlah aku  dari segala tipu daya orang orang yang zhalim“. Dengan berdo’a kepada Allah, keluarlah nabi Musa dari kota Mesir seorang diri , tiada kawan selain cahaya Allah, tiada pembantu selain hidayah-Nya, tiada bekal selain Bekal iman dan taqwa kepada Allah.

Satu satunya yang menjadi penghibur bagi hatinya yang sedih karena meninggalkan negeri kelahirannya ialah bahwa Allah telah menyelamatkannya dari buruan kaum fir’aun yang kejam dan zhalim.

Setelah menjalani perjalanan selama delapan hari delapan malam dengan kaki ayam, tanpa alas kaki sehingga terkelupas  kedua kulit telapak kakinya, sampailah nabi Musa as di kota Madyan. Kota Madyan adalah kota tempat nabi Syu’aib As yang terletak di timur jazirah Sinai dan teluk Aqabah di selatan Palestina.

Untuk menghilangkan rasa letihnya karena perjalanan yang jauh, nabi Musa As beristirahat di bawah  pohon yang rindang. Ia merenung seorang diri karena nasibnya sebagai salah seorang bekas anggota istana kerjaan kini telah menjadi seorang pelarian dan buronan kerajaan. Dia tiadak tahu kemana harus pergi, kepada siapa dia harus bertemu sedangkan ditempat yang baru ia datangi ini tak seorang pun yang dia kenal, tiada sahabat dan sanak saudara.

Dalam keaadan demikian terlihatlah olehnya sekumpulan penggembala berdesak desakan mengelilingi sebuah sumber air untuk memberi minum ternak mereka masing masing. Tidak jauh dari kerumunan itu berdiri dua orang gadis yang menantikan giliran untuk memberi minum kepada ternaknya, jika para penggembala laki laki itu sudah selesai dengan tugasnya.

Nabi Musa As merasa kasihan melihat kedua gadis yang sedang menantikan giliran itu, lalu dihampirinya dan bertanya kepada kedua gadis tersebut.

“Apakah gerangan  yang kamu tunggu di sini ?’

“Kami hendak mengambil air dan memberi minum ternak kami namun kami tidak dapat berdesak desakan dengan laki laki yang masih berada di situ. Kami menunggu sehingga mereka selesai semua memberi minum ternak mereka. Kami harus lakukan sendiri pekerjaan ini karena ayah kami sudah lanjut usianya dan tidak dapat berdiri, apalagi hendak dating ke sini.” jawab salah seorang dari kedua gadis itu.

Tanpa sepatah katapun lalu nabi Musa As mengambil timba ke dua gadis itu dan mengambil air di tempat laki laki yang berdesak desakan. Tak lama kemudian nabi Musa telah kembali kepada kedua gadis itu dengan membawa air yang penuh pada ember yang diambilnya tadi. Sementara di sekitar sumber air tersebut masih padat dengan desakan penggembala.

Sesampainya di rumah kedua gadis itu bercerita kepada ayah mereka Nabi Syu’aib tentang pengalamannya dengan Nabi Musa yang telah menolong mereka tanpa diminta sehingga mereka dapat lebih cepat pulang dari yang biasanya. Ayah kedua gadis yang bernama Syu'aib itu tertarik dengan cerita kedua puterinya. Ia ingin berkenalan dengan orang yang baik hati itu yang telah memberi pertolongan tanpa diminta kepada kedua puterinya dan sekaligus menyatakan terimakasih kepadanya. Ia menyuruh salah seorang dari puterinya itu pergi memanggilkan Musa dan mengundangnya datang ke rumah.
Dengan malu-malu pergilah puteri Syu'aib menemui Musa yang masih berada di bawah pohon yang masih melamun. Dalam keadaan letih dan lapar Musa berdoa

  "Ya Tuhanku aku sangat memerlukan belas kasihmu dan memerlukan kebaikan sedikit makanan yang Engkau turunkan kepadaku."

Berkatalah gadis itu kepada Musa memotong lamunannya

 "Ayahku mengharapkan kedatanganmu ke rumah untuk berkenalan dengan engkau serta memberi engkau sekedar upah atas jasamu menolong kami mendapatkan air bagi kami dan ternak kami."

Nabi Musa As sebagai perantau yang masih asing di negeri itu, tiada mengenal dan dikenali orang tanpa berfikir panjang menerima undangan gadis itu dengan senang hati. Ia lalu mengikuti gadis itu dari belakang menuju ke rumah ayahnya yang bersedia menerimanya dengan penuh ramah, hormat dan mengucapkan terimakasihnya.

Dalam perbincangan dengan Syu'aib ayah kedua gadis yang sudah lanjut usianya itu,  Musa mengisahkan kepadanya peristiwa yang terjadi pada dirinya di Mesir sehingga terpaksa ia melarikan diri dan keluar meninggalkan negerinya mengelakkan hukuman penyembelihan yang telah direncanakan oleh kaum Fir'aun terhadap dirinya.

Berkata Syu'aib setelah mendengar kisah tamunya: 

"Engkau telah lepas dari pengejaran dari orang-orang yang zalim dan kejam  itu adalah berkat rahmat Tuhan dan pertolongan-Nya. Dan engkau sudah berada di sebuah tempat yang aman di rumah kami ini, engkau  tinggallah di sini dengan tenang dan tenteram selama engkau suka."

Dalam pergaulan sehari-hari selama ia tinggal di rumah Syu'aib sebagai tamu yang dihormati dan disegani Musa telah dapat menawan hati keluarga tuan rumah yang merasa kagum akan keberaniannya, kecerdasannya, kekuatan jasmaninya, perilakunya yang lemah lembut, budi perkertinya yang halus serta akhlaknya yang luhur. sehingga telah menimbulkan ide di dalam hati salah seorang dari kedua puteri Syu'aib untuk mempekerjakan Musa sebagai pembantu mereka.  

Berkatalah gadis itu kepada ayahnya:

 "Wahai ayah !,  Ajaklah Musa sebagai pembantu kami menguruskan urusan rumahtangga dan peternakan kami. Ia adalah seorang yang kuat badannya, luhur budi perkertinya, baik hatinya dan boleh dipercaya."

Saran gadis itu disepakati dan diterima baik oleh ayahnya yang memang sudah menjadi pemikirannya sejak Musa tinggal bersamanya di rumah, menunjukkan sikap bergaul yang manis dan perilaku yang hormat dan sopan serta tangan yang ringan suka bekerja, suka menolong tanpa diminta.

Diajaklah Musa berunding oleh Syu'aib dan berkatalah kepadanya :

"Wahai Musa! Tertarik akan  sikapmu yang manis dan cara pergaulanmu yang sopan serta akhlak dan budi perkertimu yang luhur, selama engkau berada di rumah ini dan mengingat akan usiaku yang makin hari makin lanjut, maka aku ingin sekali mengambilmu sebagai menantuku, menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua gadisku ini. Jika engkau dengan senang hati menerima tawaranku ini, maka sebagai maskawinnya, aku minta engkau bekerja sebagai pembantu kami selama delapan tahun menguruskan penternakan kami dan urusan  rumahtangga yang memerlukan tenagamu. Dan aku sangat berterima kasih kepadamu bila engkau secara suka rela mahu menambah dua tahun di atas delapan tahun yang menjadi syarat mutlak itu."

Nabi Musa sebagai buronan yang lari dari tanah tumpah darahnya dan berada di negeri orang sebagai perantau, tiada sanak saudara, tiada sahabat telah menerima tawaran Syu'aib itu sebagai karunia dari Tuhan yang akan mengisi kekosongan hidupnya selaku seorang bujang yang memerlukan teman hidup untuk menyekutunya menanggung beban penghidupan dengan segala duka dan dukanya. Ia segera tanpa berfikir panjang berkata kepada Syu'aib:

 "Aku merasa sangat bahagia, bahwa tuan berkenan menerimaku sebagai menantu, semoga aku tidak menghampakan harapan tuan yang telah berjasa kepada diriku sebagai tamu yang diterima dengan penuh hormat dan ramah, kemudian dijadikannya sebagai menantu, suami kepada puterinya. Syarat kerja yang tuan kemukakan sebagai maskawin, aku setujui dengan penuh tanggungjawab dan dengan senang hati."

Setelah delapan tahun bekerja sebagai pembantu Syu'aib ditambah dengan suka rela dilampaui oleh Musa, dinikahkanlah ia dengan puterinya yang bernama Shafura. Dan sebagai hadiah perkahwinan diberinyalah pasangan pengantin baru itu oleh Syu'aib beberapa ekor kambing untuk dijadikan modal pertama bagi hidupnya yang baru sebagai suami-isteri. Pemberian beberpa ekor kambing itu juga merupakan tanda terimaksih Syu'aib kepada Musa yang selama ini di bawah pengurusannya, peternakan Syu'aib menjadi berkembang biak dengan cepatnya dan memberi hasil serta keuntungan yang berlipat ganda. 

Bacalah tentang isi cerita yang terurai ini di dalam ayat 22 sehingga ayat 28, surah "Al-Qashash" juz 28 yang berbunyi sebagai berikut :~


Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi): “Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar”.
QS. al-Qashash (28) : 22

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menahan ternaknya. Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”.
QS. al-Qashash (28) : 23

Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”.
QS. al-Qashash (28) : 24

Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami”. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syuaib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syuaib berkata: “Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu”.
QS. al-Qashash (28) : 25

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.
QS. al-Qashash (28) : 26

Berkatalah dia (Syuaib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”.
QS. al-Qashash (28) : 27

Dia berkata: “Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan”.
QS. al-Qashash (28) : 28