Jumat, 13 Mei 2011

KEMBALI PADA JALAN ALLAH




Kumandang adzan Maghrib baru saja selesai, matahari masih meninggalkan pancarannya pada awan senja yang membuat warna langit menjadi gelap bercampur kemerah merahan. Di sekitar lingkungan rumah pak broto terlihat sepi karena masyarakat yang ada di lingkungannya sedang menunaikan ibadah shalat maghrib, ada yang melaksanakannya di masjid  di sekitar perumahan itu dan ada pula yang hanya melaksanakan  di rumahnya masing masing.

Mobil taxi berwarna biru berhenti di depan rumah pak broto. Seorang pemuda yang gagah terlihat keluar dari taxi tersebut. Pemuda itu mengenakan jas dari kulit berwarna coklat, tapi dia tidak mengenakan kemeja bahkan dasi, ia hanya memakai kaos oblong di sebalik jas kulitnya. Celana yang dikenakannya jeans biru yang ketat  dan sepatu kulit yang mengkilat.

“Papa……mama…!” pemuda  itu memanggil orang yang ada di dalam rumah, yang tak lain adalah orangtuanya sendiri.. Ia coba memanggil berulang ulang tapi tidak ada yang menyahut seorangpun juga.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh”  sementara pak broto yang menjadi imam shalat bersama isterinya baru saja selesai mengucapkan salam mengakhiri shalat maghrib bersama isterinya di rumah.

“Pa…sepertinya ada seseorang yang memanggil di luar sewaktu kita shalat tadi. “ Bu broto memberitahukan suaminya ketika baru saja selesai mengucapkan salam mengakhiri shalatnya

“Iya ma, tapi siapa ya ? kok manggil mama dan papa ?, sedangkan anak kita sekarangkan masih di New York ?"

“Mungkin saja memang Irfan anak kita yang pulang pa ?”
“Mungkin juga ma, coba mama lihat ke depan”

Bu broto menjulurkan tangannya untuk memberi salam kepada suaminya , setelah tangannya disambut oleh pak broto, ia meletakkan tangan suaminya itu dikeningnya sebagai tanda menghormati suaminya. Setelah itu ia bangkit beranjak meninggalkan suaminya menuju ke ruang depan.

Bu broto membuka pintu, tapi dia tidak melihat siapa siapa di luar. Ia coba melihat sekeliling halaman dari sebalik pintu yang terbuka sedikit saja. Di halaman sepi sepi saja dan gelap, lampu halaman rumah ternyata belum di hidupkan. Bu Broto lalu menekan sebuah tombol yang tak jauh dari tempat berdirinya. Ia cukup menjulurkan tanggannya tanpa beranjak dari tempatnya.

Baru saja lampu halaman hidup tiba tiba saja suara seorang pemuda membuat bu broto terkejut.
“ Kirain ga ada orang di rumah, di panggil ga ada yang yahut, malam ma “ pemuda itu tiba tiba saja sudah ada di hadapan bu Broto dan menyalami dan mencium tangannya

“Loh…..kamu Irfan, anak mama ?” Tanya bu broto yang terlihat ragu melihat pemuda yang ada di hadapannya.
“Iya ma, saya Irfan anak mama”
“Kenapa tiba tiba saja pulangnya, tidak kasih kabar dulu sama mama dan papa ?”
“Irfan gak mau bikin mama dan papa jadi repot menjemput Irfan ke bandara, kok mama masih bengong saja, gimana Irfan mau masuk nih…pintunya sempit belum terbuka semua ?” kata pemuda yang ternyata Irfan anak mereka yang sedang kuliah di New york.

Irfan menenteng tasnya dan masuk ke rumah setelah bu Broto membuka pintu dengan lebar. Sambil memeluk ibunya, Irfan berjalan menuju kursi tamu bersama ibunya. Diletakkan tas yang ada di tangannya diatas meja lalu ia duduk di kursi berhadapan dengan ibunya.
“Papa  mana ma ?”
“Papa mu baru selesai shalat maghrib dan sekarang sedang membaca Qur’an, sebentar ibu lihat dulu ya ?!” kata bu Broto sambil beranjak meninggalkan Irfan.

“Ma, tunggu…..biar Irfan yang menemui papa !” pinta Irfan sambil bergegas menyusul ibunya.

Pak broto sedang khusyuk membaca Al-quran, ia tidak membaca dengan menzhahirkan bacaannya tapi ia membacanya dalam hati saja.

“Assalamu ‘alaikum,  pa “ Irfan menyapa ayahnya dengan mengucapkan salam


”Irfan…?” pak broto bertanya Karena kaget melihat anaknya yang sudah ada di diepan pintu ruang shalat keluarga.
Irfan menghampiri ayahnya dan mencium tangan pak Broto yang masih terbengong tak percaya.

“Kamu sudah shalat Maghrib, nak ?”
Irfan tidak menjawab pertanyaan ayahnya. Ia hanya diam, sebenarnya ia ingin menjawab tapi ada rasa ragu dan ketidak beranian untuk menjawab pertanyaan ayahnya.

“Irfan….kenapa tidak di jawab pertanyaan papa, nak ?

“Maaf, pa….Irfan kuatir papa marah, tapi Irfan tidak mau mengerjakan itu jika tidak ada ilmu dan dasar perbuatannya “

“Bukankah papa sudah mengajarmu sejak kecil dulu cara shalat dan aturan aturanya, bahkan tentang agama Islam ”

“Bukan begitu pa,,,, masih ada hal hal yang mengganjal di hati Irfan, ada beberapa pertanyaan yang telah irfan coba cari jawabannya, bahkan sudah beberapa profesor ternama tidak ada yang dapat menjawabnya. Carikan Irfan guru agama yang hebat yang bisa menjawab pertanyaan Irfan pa, baru Irfan akan belajar lebih dalam lagi tentang Islam jika dia dapat menjawab pertanyaan yang masih mengganjal di hati Irfan ini.” jelas Irfan kepada Ayahnya.

“Apakah pertanyaan yang mengganjal di hatimu sehingga belum ada yang bisa menjawabnya, katakan pada papa, mungkin papa bisa menjawabnya.” Pinta pak Broto lembut kepada anaknya, Irfan

“Papa tidak mungkin bisa menjawabya, sedangakan profesor profesor hebat saja tidak bisa menjawab pertanyaan Irfan ini.” Kata Irfan meragukan kemampuan ayahnya.

“Cobalah kamu sampaikan kepada papa dulu, jika papa bisa menjawabnya papa akan jelaskan, jika papa tidak bisa, maka papa akan carikan guru agama yang bisa menjawab pertanyaan yang mengganjal di hati anakku saat ini.”

Irfan menyebutkan pertanyaan yang selalu mengganjal di hatinya menuruti permintaan ayahnya. Tiga pertanyaan yang belum ada seorangpun yang dapat memberikan jawaban kepadanya sehingga ia ragu dengan ajaran agama Islam, bahkan agama apapun yang ada di dunia ini. Dia sudah mendekati paham atheis. Meragukan kebaradaan Tuhan yang menciptakan alam semesta dan isinya. Betulkah Tuhan itu ada ? jika ada bagaimanakah wujudnya ? mengapa manusia menyembah suatu yang tidak jelas keberadaanya ?

Setelah mendengar pertanyaan yang mengganjal di hati anaknya, pak Broto juga bingung untuk menjawab dan memberikan penjelasan atas pertanyaan anaknya. Pak broto akhirnya mencarikan guru agama yang bisa menjawab pertanyaan anaknya. Seorang guru agama yang masih muda dan seumuran dengan anaknya Irfan. Ustadz Lathif nama guru agama itu.

“Anda siapa, dan apakah anda bisa menjawab pertanyan pertanyaan saya ?” Tanya Irfan kepada ustadz yang dikenalkan ayahnya itu.

“Saya hanya seorang hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda” Jawab ustadz Lathif dengan tenang.

“Anda yakin ?, sedangkan profesor di Amerika dan banyak orang pintar tidak seorangpun yang mampu menjawab pertanyaan saya ini”
“Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya”
“Saya punya tiga pertanyaan yang mengganjal di hati saya, pertama Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukkan wujud Tuhan itu kepada saya. Kedua, Jika benar takdir itu ada, tolong tunjukkan takdir itu pada saya. Dan yang ketiga kalau syethan diciptakan dari api kenapa dimasukkan ke nereka yang dibuat dari api juga, tentu tidak menyakitkan buat syethan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Tidakkah Tuhan berpikir sejauh itu.?”

“Hanya itukah pertanyaan yang membuat anda ragu tentang ajaran Islam ?”

”Ya,,,hanya tiga pertanyaan itu, tapi tak seorang yang dapat menjawab dan dapat menjelaskan kepadaku.”

Tiba tiba ustadz Lathif menampar pipi Irfan dengan sangat kerasnya, sehingga Irfan meringis menahan sakit dan pedih di pipinya yang terasa mendenyut dan hampir membuat gelap pemandangan di matanya

”Hei….kenapa kamu marah kepada saya, jika anda tidak bisa menjawabnya kenapa harus menampar saya ?”

“Saya tidak marah, tapi tamparan dari saya tadi adalah jawaban untuk membuktikan pertanyaan anda ajukan tadi kepada saya.”

”Saya tidak mengerti dengan maksud anda”
“Bagaimana rasanya tamparan saya tadi “
”Tentu saya sangat merasa sakit.”
“Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada ?”
”Ya,”
”Tunjukkan pada saya wujud sakit itu”
”Saya tidak bisa”
”Itulah jawaban atas pertanyaan anda yang pertama tadi, kita semua merasakan kewujudan tuhan tapi tidak mampu untuk melihat wujudnya”


“Apakah malam tadi anda ada bermimpi akan menerima tamparan dari tangan saya hari ini ?” Tanya Ustdaz Lathif melanjutkan
“Tidak”
”Itulah yang dinamakan takdir”


”Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar pipi anda tadi ?”
“Kulit”
"Pipi anda terbuat dari apa ?"
"Kulit:"
“Bagaimana rasanya tamparan saya ?”
”Sakit”
“Jadi, walaupun syethan telah dijadikan Allah dari api dan neraka juga terbuat dari api, apabila Allah menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syethan. Semoga kita bukanlah orang orang yang ditempatkan bersama syethan di neraka di akhirat nanti”

Irfan langsung tertunduk dan memeluk ustdaz Lathif dan memohonnya untuk mengajarkan agama Islam lebih banyak lagi. Lalu ia memeluk kedua orang tuanya yang ikut senang dan bahagia melihat anaknya telah mendapatkan kesadaran dan hidayah kembali kepada jalan Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar